Senin, 07 Juni 2010

Qanaah

Jalan Menuju Qana'ah

Qana'ah (rela dan menerima pemberian Allah subhanahu wata'ala apa adanya)
adalah sesuatu yang sangat berat untuk dilakukan, kecuali bagi siapa yang
diberikan taufik dan petunjuk serta dijaga oleh Allah dari keburukan jiwa,
kebakhilan dan ketamakannya. Karena manusia diciptakan dalam keadan
memiliki rasa cinta terhadap kepemilikan harta.


Namun meskipun demikian kita dituntut untuk memerangi hawa nafsu supaya
bisa menekan sifat tamak dan membimbingnya menuju sikap zuhud dan qana'ah.
Berikut ini beberapa kiat menuju qana'ah yang jika kita laksanakan maka
dengan izin Allah seseorang akan dapat merealisasikan nya. Di antaranya
yaitu:


1. Memperkuat Keimanan kepada Allah subhanahu wata'ala.


Juga membiasakan hati untuk menerima apa adanya dan merasa cukup terhadap
pemberian Allah subhanahu wata'ala, karena hakikat kaya itu ada di dalam
hati. Barangsiapa yang kaya hati maka dia mendapatkan nikmat kebahagiaan
dan kerelaan meskipun dia tidak mendapatkan makan di hari itu.


Sebaliknya siapa yang hatinya fakir maka meskipun dia memilki dunia
seisinya kecuali hanya satu dirham saja, maka dia memandang bahwa
kekayaannya masih kurang sedirham, dan dia masih terus merasa miskin
sebelum mendapatkan dirham itu.


2. Yaqin bahwa Rizki Telah Tertulis.


Seorang muslim yakin bahwa rizkinya sudah tertulis sejak dirinya berada di
dalam kandungan ibunya. Sebagaimana di dalam hadits dari Ibnu Mas'ud
radhiyallahu 'anhu, disebutkan sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam di antaranya, "Kemudian Allah mengutus kepadanya (janin) seorang
malaikat lalu diperintahkan menulis empat kalimat (ketetapan), maka
ditulislah rizkinya, ajalnya, amalnya, celaka dan bahagianya." (HR.
al-Bukhari, Muslim dan Ahmad)


Seorang hamba hanya diperintah kan untuk berusaha dan bekerja dengan
keyakinan bahwa Allah subhanahu wata'ala yang memberinya rizki dan bahwa
rizkinya telah tertulis.


3. Memikirkan Ayat-ayat al-Qur'an yang Agung.


Terutama sekali ayat-ayat yang berkenaan dengan masalah rizki dan bekerja
(usaha). 'Amir bin Abdi Qais pernah berkata, "Empat ayat di dalam
Kitabullah apabila aku membacanya di sore hari maka aku tidak peduli atas
apa yang terjadi padaku di sore itu, dan apabila aku membacanya di pagi
hari maka aku tidak peduli dengan apa aku akan berpagi-pagi, (yaitu):


"Apa saja yang Allah anugerahkan kepada manusia berupa rahmat,maka tidak
ada seorang pun yang dapat menahannya; dan apa saja yang ditahan oleh Allah
maka tidak ada seorangpun yang sanggup untuk melepaskannya sesudah itu. Dan
Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana." (QS. Fathiir:2)


"Dan jika Allah menghendaki kebaikan bagi kamu, maka tak ada yang dapat
menolak kurnia-Nya. Dia memberikan kebaikan itu kepada siapa yang
dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya." (QS.Yunus:107)


"Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang
memberi rezkinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat
penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh)."
(QS. Huud:6)


"Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan." (QS.
ath-Thalaq:7)


4. Ketahui Hikmah Perbedaan Rizki


Di antara hikmah Allah subhanahu wata'ala menentu kan perbedaan rizki dan
tingkatan seorang hamba dengan yang lainnya adalah supaya terjadi dinamika
kehidupan manusia di muka bumi, saling tukar manfaat, tumbuh aktivitas
perekonomian, serta agar antara satu dengan yang lainnya saling memberi kan
pelayanan dan jasa.


Allah subhanahu wata'ala berfirman,


"Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Rabbmu? Kami telah menentu kan
antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah
meninggikan sebagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar
sebahagian mereka dapat mempergunakan sebahagian yang lain. Dan rahmat
Rabbmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan." (QS. az-Zukhruf:32)


"Dan Dialah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan Dia
meninggikan sebahagian kamu atas sebagian (yang lain) beberapa derajat,
untuk mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu." (QS.Al an'am 165)


5. Banyak Memohon Qana'ah kepada Allah I


Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam adalah manusia yang paling qana'ah,
ridha dengan apa yang ada dan paling banyak zuhudnya. Beliau juga seorang
yang paling kuat iman dan keyakinannya, namun demikian beliau masih meminta
kepada Allah subhanahu wata'ala agar diberikan qana'ah, beliau bedoa,


"Ya Allah berikan aku sikap qana'ah terhadap apa yang Engkau rizkikan
kepadaku, berkahilah pemberian itu dan gantilah segala yang luput (hilang)
dariku dengan yang lebih baik." (HR al-Hakim, beliau menshahihkannya, dan
disetujui oleh adz-Dzahabi)


Dan karena saking qana'ahnya, beliau tidak meminta kepada Allah subhanahu
wata'ala kecuali sekedar cukup untuk kehidu pan saja, dan meminta
disedikitkan dalam dunia (harta) sebagaimana sabda beliau, "Ya Allah
jadikan rizki keluarga Muhammad hanyalah kebutuhan pokok saja." (HR.
Al-Bukhari, Muslim dan at-Tirmidzi)


6. Menyadari bahwa Rizki Tidak Diukur dengan Kepandaian


Kita harus menyadari bahwa rizki seseorang itu tidak tergantung kepada
kecerdasan akal semata, kepada banyaknya aktivitas, keluasan ilmu, meskipun
dalam sebagiannya itu merupakan sebab rizki, namun bukan ukuran secara
pasti.


Kesadaran tentang hal ini akan menjadikan seseorang bersikap qana'ah,
terutama ketika melihat orang yang lebih bodoh, pendidikannya lebih rendah
dan tidak berpengalaman mendapatkan rizki lebih banyak daripada dirinya,
sehingga tidak memunculkan sikap dengki dan iri.


7. Melihat ke Bawah dalam Hal Dunia


Dalam urusan dunia hendaklah kita melihat kepada orang yang lebih rendah,
jangan melihat kepada yang lebih tinggi, sebagaimana sabda Nabi shallallahu
'alaihi wasallam,


"Lihatlah kepada orang yang lebih rendah dari kamu dan janganlah melihat
kepada orang yang lebih tinggi darimu. Yang demikian lebih layak agar
kalian tidak meremehkan nikmat Allah." (HR.al-Bukhari dan Muslim)


Jika saat ini anda sedang sakit maka yakinlah bahwa selain anda masih ada
lagi lebih parah sakitnya. Jika anda merasa fakir maka tentu di sana masih
ada orang lain yang lebih fakir lagi, dan seterusnya. Jika anda melihat ada
orang lain yang mendapatkan harta dan kedudukannya lebih dari anda, padahal
dia tidak lebih pintar dan tidak lebih berilmu dibanding anda, maka mengapa
anda tidak ingat bahwa anda telah mendapatkan sesuatu yang tidak dia
dapatkan?


8. Membaca Kehidupan Salaf


Yakni melihat bagaimana keadaan mereka dalam menyikapi dunia, bagaimana
kezuhudan mereka, qana'ah mereka terhadap yang mereka peroleh meskipun
hanya sedikit. Di antara mereka ada yang memperolah harta yang melimpah,
namun mereka justru memberikannya kepada yang lain dan yang lebih
membutuhkan.


9. Menyadari Beratnya Tanggung Jawab Harta


Bahwa harta akan mengakibatkan keburukan dan bencana bagi pemilik nya jika
dia tidak mendapatkan nya dengan cara yang baik serta tidak
membelanjakannya dalam hal yang baik pula.


Ketika seorang hamba ditanya tantang umur, badan, dan ilmunya maka hanya
ditanya dengan satu pertanyaan yakni untuk apa, namun tentang harta maka
dia dihisab dua kali, yakni dari mana memperoleh dan ke mana
membelanjakannya. Hal ini menunjukkan beratnya hisab orang yang diberi
amanat harta yang banyak sehingga dia harus dihisab lebih lama dibanding
orang yang lebih sedikit hartanya.


10. Melihat Realita bahwa Orang Fakir dan Orang Kaya Tidak Jauh Berbeda.


Karena seorang yang kaya tidak mungkin memanfaatkan seluruh kekayaannya
dalam satu waktu sekaligus. Kita perhatikan orang yang paling kaya di dunia
ini, dia tidak makan kecuali sebanyak yang dimakan orang fakir, bahkan
mungkin lebih banyak yang dimakan orang fakir. Tidak mungkin dia makan lima
puluh piring sekaligus, meskipun dia mampu untuk membeli dengan hartanya.
Andaikan dia memiliki seratus potong baju maka dia hanya memakai sepotong
saja, sama dengan yang dipakai orang fakir, dan harta selebihnya yang tidak
dia manfaatkan maka itu relatif (nisbi).


Sungguh indah apa yang diucapkan Abu Darda' radhiyallahu 'anhu, "Para
pemilik harta makan dan kami juga makan, mereka minum dan kami juga minum,
mereka berpakaian kami juga berpakaian, mereka naik kendaraan dan kami pun
naik kendaraan. Mereka memiliki kelebihan harta yang mereka lihat dan
dilihat juga oleh selain mereka, lalu mereka menemui hisab atas harta itu
sedang kita terbebas darinya."


Sumber: "Al-Qana'ah, mafhumuha, manafi'uha, ath-thariq ilaiha," hal 24-30,
Ibrahim bin Muhammad al-Haqiil.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar